Saturday, June 11, 2005

04. LEDialogue

Seri : Regular Expression

Episode : 04. LEDialogue

Author : Youppie Arliansyah

Tanggal : 9 April 2002: 19:47


 


Ini kisah seputar LED. Bermula dari keinginan besar Rudi Purnama untuk memaksimalkan pemanfaatan joystick pada komputernya. Dia memiliki sebuah joystick yang hanya berguna untuk memainkan game-game FPS. Setelahnya tergeletak berdebu. Betapa sayangnya benda yang sudah dibeli lalu tak termanfaatkan, mengingkari azas manajemen ekonomis perangkat komputer yang mengatur agar downtime sebuah perangkat komputer harus seminimal mungkin (yang didapatnya ketika kuliah Pengantar Instalasi Komputer dulu dari dosen yang pakar kimia). Downtime joystick itu? Terlalu besar.


Lalu desktop environment GUI di Linux. Pertama kali mengenal linux dia langsung jatuh cinta, walau 5 tahun setelahnya pun dia masih seperti pertama kalinya, tidak tahu apa-apa. Kesannya ketika itu, linux adalah sistem operasi server yang berbasis command line yang tampilannya mirip-mirip MSDOS. Tujuh bulan kemudian dia baru tahu kalau ada GUI di Linux..


Terakhir, jauh sebelum joystick dan linux, dia begitu tergila-gila pada game Duke Nukem 3D yang tengah menjadi primadona. Terpesona oleh aspek tiga dimensi yang seakan menghadirkan sebuah ruang maya untuk dijelajahi. Bagaimana game itu merefleksikan sebuh ruang untuk dijelajahi melalui layar komputer. Logika yang menghasilkan itu semua. Vektor, koordinat, perspektif, kata-kata yang mengesankannya.


Semuanya menyatu pada tahun 2003, ketika sebuah kecelakaan kecil yang akhirnya mengubah wajah dunia desktop environment. Rudi frustasi karena modul untuk soundcardnya tidak bisa dikenali di KDE. Padahal instalasinya sudah benar dan speakernya sudah bisa berbunyi dalam modus terminal. Kotak katik sana sini lalu bosan, akhirnya dia main game othello. Kalah terus, semakin frustasi. Lalu joystick berdebu yang telah tergeletak selama setahun ini di samping monitor diremasnya. Tiba-tiba dia jadi merasa lapar dan ingin makan, lalu beranjak ke dapur. Tapi baru sampai di depan pintu kamar baru sadar kalau joystick itu masih dipegangnya. Sebal, segera berbalik hendak mengembalikan benda itu. Sayangnya terlalu tergesa-gesa sehingga kakinya tersandung kabel printer, lalu tubuhnya melayang jatuh menimpa meja belajar. Kepalanya benjol. Dan saat itulah dia tahu bahwa dia harus mulai menciptakan LED.


Bagaimana bisa begitu, dia sendiri tidak bisa menjelaskannya. Belakangan dia tahu kalau ternyata soundcard itu tidak bisa jalan adalah karena kesalahan versi kernel linuxnya. Tapi dia sudah tidak peduli lagi. Semuanya tak berarti lagi. LED adalah impiannya, cita-citanya, masa depannya, dan penyakit yang membuat badannya tambun hingga hari ini.


Tahun 2006 dia mendaftarkan LED pada LinuxTag di Jerman. Belum pernah ada yang tahu kalau LED sedang dikembangkan, kecuali Yoserfizal Chaniago yang saat itu sedang menyelesaikan program Masternya di Amerika. Mereka berdua mengerjakannya bersama dari jarak jauh. Di LinuxTag itu Rudi bersama Yos, yang mengambil libur untuk acara ini, berdiri gemetar di standnya. Biaya perjalanan dan sewa tempat itu tidak murah. Lagipula bahasa inggris Rudi terlalu kacau sehingga gelagapan menjawab pertanyaan-pertanyaan para pengunjung. Tapi bukan itu yang membuatnya gemetar. LED begitu meledak memukau.


Semua orang ingin tahu. Semua orang terpesona. Sebuah generasi desktop environment baru telah lahir. Semua orang berburu mencari tahu lisensinya, dan semua orang lega karena LED adalah open source.


Open source? Benar. Free? Kadang-kadang. Karena dua tahun kemudian Rudi Purnama menjadi kaya dengan menjual lisensi LED pada perusahaan besar. Karena untuk pengguna pribadi, segalanya gratis. Tapi Microsoft gagal mengambil alih LED untuk Windowsnya, sebab Leveraged Buyout tak mungkin dilakukan, sebab seluruh dunia bersama Rudi.


Kekuatan dari LED itu sendiri adalah kumpulan librarynya, LibED (sering dipelesetkan menjadi libido) yang membentuk engine 3D solid. Juga karena sekitar tahun itu generasi processor telah mencapai kecepatan diatas 1GHz, segalanya menjadi mungkin. Program antarmuka desktop enivronment LED bahkan lebih sederhana dari KDE dan GNOME. Namun karena berhasil mewujudkan lingkungan 3D, LED lebih disukai.


Keterbukaan LED mendorong para pengembang meramaikan komunitas 3D ini. LED Project menyebarkan modul interface agar para pengembang software dapat memanfaatkan engine LED tanpa harus melakukan perubahan besar pada rancangan software mereka yang telah ada. Maka betapa mudahnya program-program seperti StarOffice dan Netscape hadir dalam nuansa 3D. Bahkan KDE dan GNOME ikut meramaikan suasana, mengadaptasi engine itu pada beberapa feature mereka. LED Projuct menutup setiap celah dan lubang yang akan menyebabkan persaingan tak sehat. Namun LED membiarkan cita rasa program-program konsol yang berbasis text seperti XTerm tetap apa adanya.


Kemudian LED diporting ke platform lain, MacOS dan BeOS, namun tak pernah semeriah di keluarga Unix. Windows, walau terkesima, tak menunjukkan minat apa-apa, sampai wajah Web menjadi berubah.


Luasnya platform yang mengadopsi enggine LED menjadikannya standar pemetaan objek 3D. Vendor-vendor browser adalah yang kemudian paling cepat mengadopsi enggine LED pada produk mereka. Dengan engine itu halaman Web memasuki dunia 3D. VRML yang sempat terabaikan akhirnya menemukan kembali dunianya yang hilang. Microsoft akhirnya tergila-gila pada enggine LED namun keberatan dengan perjanjian lisensi yang diajukan, karena perhitungan biayanya didasarkan atas jumlah komputer yang menggunakan IE.


Tapi yang paling banyak menyumbangkan kekayaan untuk Rudi adalah dari sektor GIS (Geographical Information System). Perusahaan-perusahaan disana berlomba mengembangkan database mereka kedalam bentuk 3D juga. Engine LED memungkinkan user dapat fly over (istilah baru dalam GIS dimana proyeksi sebuah map diambil dari atas, lalu bergerak melayang mengitari objek-objek 3D) pada model suatu peta. Kali ini sebuah gunung terlihat tinggi dan lembah terlihat dalam.


Tapi perusahaan-perusahaan itu bahkan kewalahan untuk memodelkan objek-objek yang relatif lebih detail seperti bangunan atau infrastruktur perkotaan. Maka bermunculanlah third party GIS yang mengerjakan detail itu. Pernah satu perusahaan GIS besar mencoba mengerjakannya sendiri, namun kemudian server database mereka lalu colapse.


Akhirnya mereka memilih untuk menggunakan jasa third party itu, karena biaya yang dikeluarkan jauh lebih kecil daripada menanganinya sendiri. Lagi pula dukungan pasarnya yang begitu luas.


Kebanyakan third party itu adalah milik anggota tim LED Project, yang jauh sebelumnya telah memprediksi keadaan demikian. Merekalah yang menyumbangkan sebagian besar pendapatannya untuk LED Project, juga untuk pribadi Rudi Purnama. Rudi Purnama sekarang kaya raya dan banyak makan sehingga badannya menjadi tambun, begitu tambun.


***


Dan tak lama lagi kegemukannya itu akan diprotes oleh Yos. Mereka masih belum berajak dari Markas LED.


Markas LED adalah ruang tengah yang dimodifikasi. Cukup luas untuk menampung delapan komputer, yang semuanya, kecuali satu, saling terhubung dalam jaringan. Lima dari komputer itu adalah server, sisanya untuk backup (yang stand alone), komputer development (untuk bekerja) dan satu lagi khusus untuk rileks dan arsip pribadi. Yang lain adalah server email, server ftp, server database, server web dan proxy.


"Om Yos, dulu Om juga ikutan waktu pertama kali mengembangkan LED?" tanya Regie.


"Iya."


"Kok nama Om Yos nggak ada di daftar Tim LED Project?"


"Begitulah. Ceritanya dulu saya sibuk ngurusin kuliah, saya nggak mau sampai gagal. Tapi kamu tahu sendiri kan, waktu LED meledak? Semuanya pada ingin tahu. Semuanya pada nanya, sampai-sampai kami kewalahan menjawab email yang masuk. Lalu saya minta nama saya dihapus dari Tim LED Project, supaya nggak ada lagi yang tahu kalau saya itu salah satu perintis LED Projet. Harapannya sih supaya nggak ada lagi yang ngemail. Kasihan kan, kalo mereka ngirim email tapi saya-nya ngga bisa balas gara-gara sibuk kuliah? Nanti malah jadi citra buruk buat LED sendiri."


"Terus, Om Rudi ditinggal sendirian?"


"Ya enggak juga. Saya membantu dari belakang layar. Tapi kalau membalas email dia yang menanganinya semua. Dia sempat jadi kalang kabut, sampe pernah nangis di telepon ngeluhin itu." Yos mengerling Rudi yang mukanya jadi masam.


"Kasihan…," goda Regie.


"Nggak juga sih Reg," Rudi mulai ikut perbincangan. "Saya juga nggak tega kalo kuliahnya sampai terganggu. Makanya saya relain ngeborong semua email. Lagian jasa dia juga amat besar koq. Dia yang ngongkosin dan nemenin saya di LinuxTag waktu itu."


"Oh ya?" Regie terpesona.


"Iya. Kebetulan nyari duit di Amerika gampang banget. Saya punya sedikit tabungan buat bantuin si gendut ini mewujudkan impiannya."


"Dan berhasil," sambung Rudi.


"Dan berhasil," balas Yos.


"Thanks my friend."


"Same same."


Regie terharu melihat persahabatan itu. Sesaat keheningan menyusupi udara disana. Masing-masing terbuai dalam sedikit haru tak nestapa.


"Kalau saja Ari masih di sini," Rudi menggumam. Yang dimaksudnya adalah ayah Regie.


"Ya…, kalau saja dia masih disini. Dia bahkan tidak sempat tahu ide ini. Kalau saja si gila ide itu ada waktu itu, entahlah…."


"Bahkan dia juga tidak sempat tahu kalau nama anaknya adalah ucapan terakhirnya di dunia."


"Dia pasti ketawa." Mereka tertawa mendengar celoteh itu. Satu lagi keheningan menghanyutkan.


Lima belas menit mereka saling diam.


Kini Yos memandangi Rudi yang semakin gendut. Perawakannya menjadi lucu, tak seperti Rudi dua puluh tahun lalu yang berpostur atletis. Pasti karena terlalu makmur.


"Rud, ada pantun nih." goda Yos.


"Hm…," Rudi tak tertarik.


"Mandi pake sabun, Rudi begitu tambun."


"Dasar orang Padang, kebanyakan pantun." Regie tertawa.


"Ini belum seberapa, kalo di Pa…,"


"Cukup Yos!" potong Rudi.


"Oke oke, sorry. Tapi Rud, kira-kira dong jaga badan. Lihat tuh, sampai kerja saja terpaksa pakai kain sarung. Nggak ada lagi celana yang muat ya?" kalau sudah begini logat Padangnya Yos keluar.


"He he he."


"Kamu nggak ingat gitu sama Ari…," setelahnya Yos salah tingkah. Pembicaraan ini memasuki area yang rawan. "Sorry Reg, sedikit nyinggung almarhum ayah kamu. Tapi Rudi ini sekarang sama gendutnya dengan ayah kamu dulu." Regie diam saja.


"Jangan nyama-nyamain dong. Saya belum sampai segendut dia dulu."


"Oh ya?" tantang Yos.


"Ari itu dulu celananya nomor 38." 38? Sepuluh nomor diatasnya, pikir Regie.


"Kamu berapa?"


"37 setengah," jawab Rudi cengengesan. Yos dan Regie geleng-geleng kepala. Tapi yang dipikirkan Regie adalah betapa gendut ayahnya dulu.


"Udah ngecek kolesterol kamu?"


"Mmm," ragu-ragu, "Udah."


"Kapan?"


Rudi salah tingkah. Sambil menggoyang-goyangkan kepalanya, "Enam, tujuh bulan…, sekitar itu."


"Berapa?"


"320."


"TIGA RATUS DUA PULUH???" suaranya menggelegar. Rudi dan Regie terlonjak kaget. Tapi Yos lebih kaget lagi dengan angka itu. "Tiga ratus dua puluh Rud? Batas maksimalnya itu 200! Tiga ratus dua puluh kamu bisa mati setiap saat Rudi!" Setiap orang sebenarnya bisa mati setiap saat. "Terus apa kata dokter waktu itu?"


"Dia bilang mau mati sekarang atau nggak mau mati sekarang. Kalau mau mati sekarang silahkan pulang, kalau tidak musti langsung masuk opname."


"Lalu?"


"Lalu saya pulang." Yos geleng-geleng kepala lagi.


"Ari itu begitu gara-gara kolesterol."


"Tahu kok."


"Kamu juga mau begitu?"


"Setia sama temen kan?" Rudi mencandainya balas.


"Jangan becanda! Ini serius! Kamu harus direhabilitasi sekarang. Kamu harus turunin berat badan. Mulai sekarang olah raga!"


"Ya gimana dong? Kerjaan numpuk nih. Itu aja ada dua ratusan email hari ini yang belum kebalas."


"Kamu peduli email orang atau peduli nyawa sendiri?" tanya Yos tegas.


"Email itu nyawa saya juga," Rudi mencoba membela diri.


"Jangan belagak bodoh. Satu jam sehari nggak akan ngurangin jatah mereka! Lagian sekarang juga kamu bengong."


Maka sejak itu Rudi tersiksa sampai putus asa menjalani program diet dan olah raga. Yos mengawasi ketat program itu dan tak mau bersikap lunak sedikitpun. Lebih baik begitu daripada membiarkan kawannya itu semakin tambun lalu mati kena serangan jantung.


Setelah tiga bulan berat badannya turun dari 95 kg (tinggi Rudi hanya 168 cm) menjadi 90 kg. Rudi masih harus menjalani program diet itu lebih lama lagi. Yos tak mengurangi ketegaannya dengan sedikit belas kasihanpun.


Regie telah lama tahu bahwa ayahnya meninggal akibat kolesterol tinggi, bukan karena radiasi handphone. Tapi kematian ayahnya adalah masa lalu yang tak pernah dialaminya. Prospek kematian Rudi begitu menakutkannya, membuat dada sesak. Jika harus kehilangan Rudi, maka Regie akan kehilangan seseorang yang sangat dibutuhkannya. Seseorang yang memberinya pengganti figur seorang ayah yang tak pernah dimilikinya.

4 Comments:

Anonymous Anonymous said...

Di antara banyak comment spam di bawah ini, comment saya ini adalah comment beneran.. dan dijamin tidak membuat kaya hehehe.

Tulisannya unik! Fiksi kreatif yang IT banget. Salut! Semoga tim LED bisa jadi inspirasi , seperti halnya kapten Tsubasa di dunia persepakbolaan **apa sih** ^_^

Wednesday, October 11, 2006 5:11:00 PM  
Anonymous Anonymous said...

Akhirnya ada juga yang beneran coment

Wednesday, October 11, 2006 11:27:00 PM  
Anonymous Anonymous said...

Good day! 

I need help with my computer. I is always freezing when i open IE? What do you think?

Wow, I've found the same to be true too!  How did you find that?  

See you soon! WonderGirl 




[url=http://company-free-paid-surveykjgnkip.blogspot.com]how I make money with paid surveys[/url]

Sunday, February 11, 2007 3:16:00 AM  
Anonymous Anonymous said...

Hi there 

By the way, I love that too!  How did you find that?  

Bye, - MyGirl! 



[url=http://best-paid-surveysjfivcii.blogspot.com]
see how I make free money with paid online surveys[/url]

Saturday, February 17, 2007 12:05:00 PM  

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home