Regular Ekspresi

Tuesday, July 19, 2011

Dialog Selepas Maghrib (sebuah cerpen)

Assalaamu’alaikum…. Assalaamu’alaikum…. Assalaamu’alaikum!”

Wa’alaikum salaam, eh, Pak Bur. Mari masuk Pak, mari masuk. Wah ada berita apa nih?”

Nggak ada apa-apa. Saya hanya mau ngomong sedikit sama adik nih.”

Ada apa ya? Apa ada masalah?”

Begini, saya nggak enak nih sama adik.”

Kenapa pak?”

Anak saya nangis di rumah. Katanya dia habis dimarahi oleh adik. Betul begitu?”

Oh, itu. Iya, tadi waktu maghrib dia saya tegur karena masih berkeliaran main di lapangan.”

Kenapa!”

Lho, kan tidak baik kalau anak-anak masih berkeliaran maghrib-maghrib.”

Lalu adik bentak dia?”

Saya tidak membentaknya pak Bur, saya menegurnya. Mungkin suara saya agak keras waktu itu, tapi saya bukan membentaknya. Kalau cemas suara saya memang suka tidak terkendali.”

Oh adik membentaknya. Apa hak adik menegurnya? Dia itu anak saya! Hanya saya yang boleh memarahinya.”

Saya tidak memarahinya pak Bur, saya hanya menegurnya.”

Yah apalah namanya! Tapi sekali lagi hanya saya yang boleh! Lalu apa maksud adik mengatakan saya tidak shalat? “

Lho, kenapa pak Bur begitu emosi?”

SIAPAYANG EMOSI! … Adik jangan macam-macam ya! Mulanya membentak anak saya, sekarang mau mempermainkan saya. Kamu kira siapa kamu ini, ha! Jangan macam-macam sama saya. Hormati yang lebih tua.”

Sabar pak Bur, sabar.”

Jangan suruh saya sabar-sabar! “

Tenang dulu lah pak Bur.”

Kamu yang tenang. Jangan bentak anak orang seenaknya!”

DIAM DULU KENAPA SIH!!!”

“…”

Nah, maaf sudah membentak pak Bur.”

Suara kamu keras juga ya. Huh, kamu ini, anak kecil tapi bersuara nyaring.”

Maaf pak Bur. Rasanya ada yang harus dijelaskan di sini. Tapi saya minta pak Bur, walau sedang emosi begini, bisa tenang sedikit. Kita kaum pria seharusnya bisa berkepala dingin menghadapi masalah. Jangan seperti wanita yang datang-datang langsung caci maki tanpa pikir panjang.”

“…. Oke. Maaf saya agak emosi. “

Nah. Berapa anak bapak semuanya?”

Tiga. “

Berapa umur bapak?”

Kenapa tanya-tanya?”

Tolong dijawab saja. “

36.”

Umur saya 38.”

Lho? Masa?”

Tidak percaya?”

Nggak, ah. Masak adik sudah setua itu? Tampangnya koq masih seperti umur 25 ya?”

Umur saya 38 tahun. Silahkan lihat di KTP saya, sebentar..., nah ini. Lihat tahun lahir saya, umur saya sekarang sudah 38 tahun.”

Iya, ya. Tampangnya koq awet. Saya kira masih muda.”

Jadi sejak sekarang jangan panggil saya adik lagi!”

I… iya, maaf saya tidak tahu.”

Nah…, sekarang…, mari kita bahas topik sebelum ini. Siapa yang harus dihormati disini?”

“…”

Hm, rupanya adik Bur tidak bisa menjawab?”

“…!”

Ha ha ha, maafkan, saya sudah kelewatan. Tapi bisakah anda menganggap saya kakak anda?”

Anda memang lebih tua dari saya. Tapi pada umur segini kita sudah sebaya.”

Betul. Apalah arti selisih usia yang hanya dua tahun. Sejak masa usia dua puluhan, memasuki masa dewasa kita, rentang selisih kesebayaan memang melebar. Kadang orang yang jauh lebih tuapun masih kita anggap sebaya dengan kita. Tapi kadang kita enggan mengakui kesebayaan pada orang yang lebih muda.”

Benar juga. “

Seperti anda yang menganggap saya lebih muda. Anda datang kesini lalu marah-marah seperti kepada anak remaja saja. Padahal ternyata saya lebih tua dari anda. Dan saya juga sebenarnya tidak terlalu senang dianggap lebih muda oleh yang sebaya dengan saya dan dianggap sebaya oleh yang jauh lebih muda dari saya. Bayangkan, anak-anak usia duapuluhan itu memanggil nama pada saya. Padahal dulu, waktu mereka masih menetek sama ibunya kita sudah main bola di lapangan dan naik sepeda ke tempat-tempat yang jauh.”

Ah, sudahlah…, saya minta maaf sekali lagi. Saya jadi malu.”

Baiklah. Tidak perlu kita bahas lagi masalah ini. Mari kita kembali pada masalah utama.”

“…”

Lho, rupanya pak Bur masih marah?”

Tolong saja anda ceritakan apa yang terjadi ketika itu, sampai anak saya nangis-nangis pulang ke rumah.”

Begini, waktu itu saya baru pulang kantor. Saya sering baru tiba di komplek ini setelah maghrib, biasa, macet. Terus, waktu saya lewat di lapangan dekat mesjid saya lihat ada anak-anak masih bermain-main, padahal orang sedang shalat berjamaah di mesjid. Lalu saya tegur mereka. Tapi rupanya mereka tak mengacuhkan saya. Heran, anak jaman sekarang sudah tidak menghormati orang tua lagi.”

“…”

Saya jadi tersinggung. Suara imam di mesjid sedang membacakan Al Fatihah tapi anak-anak ini malah berteriak-teriak berlari-lari di lapangan. Sepertinya mereka tidak diajar sopan santun oleh orang tua mereka.”

“…”

Lalu saya bentak mereka semua. Eh, mereka malah melawan. Kurang ajar. Saya marah, lalu saya usir mereka dari sana. Dan mereka lari pulang sambil mencibir pada saya. Saya hanya mengurut dada. Orang-orang yang sedang berkumpul di warung bu Ijah menyoraki saya untuk memarahi mereka lebih keras lagi. Kata mereka anak-anak harus diajar sopan santun agar lebih hormat pada yang tua. Mereka juga mengutuki para orang tua yang membiarkan anak-anak itu berkeliaran, bukannya menyuruh untuk shalat di mesjid. Padahal mereka sendiri tidak shalat, malah berkumpul di warung.”

“…”

Tapi waktu itu anaknya pak Bur tidak ikut lari. Saya jadi tambah marah, lalu saya hampiri dia. Tapi marah saya hilang ketika melihat ekspresi di wajahnya. Dia seperti menantang saya. Saya datangi dia dan ketika sudah berhadapan dengannya, dia memprotes. Katanya, ‘Kenapa abang mengusir kami. Ini hak kami untuk bermain di sini. Kalau abang tidak suka, ya jangan mengusir kami. Biarkan saja kami bermain.’ Bayangkan pak Bur, anak sekecil itu memanggil saya abang. Padahal bapakya lebih muda dari saya.”

“…, maafkan dia. Dia tidak tahu apa-apa.”

He he he. Tidak apa-apa. Tapi saya kagum dengan ketegasannya itu. Pasti bapaknya yang mengajari dia begitu.”

“… hm…hm…hm.”

Saya sudah tidak marah lagi waktu itu. Lalu saya katakan kepadanya kalau dia memang punya hak untuk bermain. Saya mengatakannya dengan lemah lembut. Dan saya jelaskan bahwa saya bukan melarangnya bermain di lapangan, tapi karena hari sudah maghrib dan orang sedang shalat di masjid. Suara mereka mengganggu orang yang sedang shalat. Saya juga jelaskan kalau pak Bur, bapaknya yang sedang shalat di masjid, pasti terganggu waktu itu. Lalu saya lihat wajahnya jadi sedih. Saya pikir pasti dia menyesal karena mengganggu orang yang sedang shalat. Atau setidaknya mengganggu bapaknya yang sedang shalat. Kemudian saya tanya apakah dia tidak shalat. Dia menggelengkan kepala. Lalu saya suruh dia pulang supaya shalat. Tapi dia malah menangis lalu berlari pulang. Nah, selanjutnya bapak yang tahu ceritanya. Saya sendiri buru-buru ke mesjid ikut shalat berjamaah. Bagaimana dia di rumah?”

“…, hhhhhhhh…., yah, dia menangis pulang ke rumah. Oh ya, saya tidak shalat di mesjid maghrib tadi.”

Ya, saya juga tidak melihat bapak di masjid tadi.”

Anak saya pulang sambil nangis. Saya heran, lalu saya tanya kenapa dan dia menceritakan seperti yang anda ceritakan tadi. Istri saya yang ikut mendengarkan jadi emosi. Dia marah pada anda dan mempengaruhi saya. Tapi itu belum membuat saya mendatangi anda sekarang ini, sampai anak saya menanyakan kenapa saya tidak shalat. Mendengar cerita anda sepertinya anak saya menangis karena saya tidak shalat. Tapi istri saya yang sedang emosi malah menuduh anda telah menghina saya dengan mengatakan bahwa saya tidak shalat pada anak saya. Sampai anak saya menanyakan itu segala. Saat itulah emosi saya meledak. Lalu saya mendatangi anda.”

“…, yah, begitulah dunia kita sekarang pak Bur.”

Iya. Saya juga heran kenapa bisa begini. Padahal dulu waktu kita masih kecil sering para orang tua lain memarahi kita kalau kita melakukan kesalahan, bukan hanya orang tua kita saja.”

Iya, saya masih ingat waktu kecil di kampung juga pernah seperti anak bapak. Saya sedang nongkrong di warung ketika maghrib, lalu ada pak Malik yang memarahi saya seperti itu. Saya lari terbirit-birit meninggalkannya. Ha ha ha, sampai di rumah saya juga malah dimarahi bapak saya.”

Iya, begitu juga di kampung saya. Oh ya, dimana kampung anda?”

Saya dari Kampung Tiga.”

Lho, saya juga dari Kampung Tiga. “

Masak? Kita sekampung kalau begitu.”

Iya, pak Malik itu juga ayah saya.”

Lho? Jadi…, kamu si Bur itu? Yang pernah kecebur kali waktu memandikan kerbau pak Rohim?”

I.. iya, anda siapa ya? Tunggu, sepertinya anda si…”

Saya anak pak Rohim, yang paling tua.”

Astaga! Bang Hasyim?! Bang Hasyim?! “

Iya!”

Astaga! Bang Hasyim! Koq aku tak kenal abang ya? Pantas rasanya ada yang aneh di KTP abang. Tadinya aku tak tahu apa, tapi aku baru sadar tempat lahir yang di Kampung Tiga itu rupanya.”

Itulah kau Bur, tak pernah pulang kampung. Kau ini!”

Labels:

Saturday, June 11, 2005

04. LEDialogue

Seri : Regular Expression

Episode : 04. LEDialogue

Author : Youppie Arliansyah

Tanggal : 9 April 2002: 19:47


 


Ini kisah seputar LED. Bermula dari keinginan besar Rudi Purnama untuk memaksimalkan pemanfaatan joystick pada komputernya. Dia memiliki sebuah joystick yang hanya berguna untuk memainkan game-game FPS. Setelahnya tergeletak berdebu. Betapa sayangnya benda yang sudah dibeli lalu tak termanfaatkan, mengingkari azas manajemen ekonomis perangkat komputer yang mengatur agar downtime sebuah perangkat komputer harus seminimal mungkin (yang didapatnya ketika kuliah Pengantar Instalasi Komputer dulu dari dosen yang pakar kimia). Downtime joystick itu? Terlalu besar.


Lalu desktop environment GUI di Linux. Pertama kali mengenal linux dia langsung jatuh cinta, walau 5 tahun setelahnya pun dia masih seperti pertama kalinya, tidak tahu apa-apa. Kesannya ketika itu, linux adalah sistem operasi server yang berbasis command line yang tampilannya mirip-mirip MSDOS. Tujuh bulan kemudian dia baru tahu kalau ada GUI di Linux..


Terakhir, jauh sebelum joystick dan linux, dia begitu tergila-gila pada game Duke Nukem 3D yang tengah menjadi primadona. Terpesona oleh aspek tiga dimensi yang seakan menghadirkan sebuah ruang maya untuk dijelajahi. Bagaimana game itu merefleksikan sebuh ruang untuk dijelajahi melalui layar komputer. Logika yang menghasilkan itu semua. Vektor, koordinat, perspektif, kata-kata yang mengesankannya.


Semuanya menyatu pada tahun 2003, ketika sebuah kecelakaan kecil yang akhirnya mengubah wajah dunia desktop environment. Rudi frustasi karena modul untuk soundcardnya tidak bisa dikenali di KDE. Padahal instalasinya sudah benar dan speakernya sudah bisa berbunyi dalam modus terminal. Kotak katik sana sini lalu bosan, akhirnya dia main game othello. Kalah terus, semakin frustasi. Lalu joystick berdebu yang telah tergeletak selama setahun ini di samping monitor diremasnya. Tiba-tiba dia jadi merasa lapar dan ingin makan, lalu beranjak ke dapur. Tapi baru sampai di depan pintu kamar baru sadar kalau joystick itu masih dipegangnya. Sebal, segera berbalik hendak mengembalikan benda itu. Sayangnya terlalu tergesa-gesa sehingga kakinya tersandung kabel printer, lalu tubuhnya melayang jatuh menimpa meja belajar. Kepalanya benjol. Dan saat itulah dia tahu bahwa dia harus mulai menciptakan LED.


Bagaimana bisa begitu, dia sendiri tidak bisa menjelaskannya. Belakangan dia tahu kalau ternyata soundcard itu tidak bisa jalan adalah karena kesalahan versi kernel linuxnya. Tapi dia sudah tidak peduli lagi. Semuanya tak berarti lagi. LED adalah impiannya, cita-citanya, masa depannya, dan penyakit yang membuat badannya tambun hingga hari ini.


Tahun 2006 dia mendaftarkan LED pada LinuxTag di Jerman. Belum pernah ada yang tahu kalau LED sedang dikembangkan, kecuali Yoserfizal Chaniago yang saat itu sedang menyelesaikan program Masternya di Amerika. Mereka berdua mengerjakannya bersama dari jarak jauh. Di LinuxTag itu Rudi bersama Yos, yang mengambil libur untuk acara ini, berdiri gemetar di standnya. Biaya perjalanan dan sewa tempat itu tidak murah. Lagipula bahasa inggris Rudi terlalu kacau sehingga gelagapan menjawab pertanyaan-pertanyaan para pengunjung. Tapi bukan itu yang membuatnya gemetar. LED begitu meledak memukau.


Semua orang ingin tahu. Semua orang terpesona. Sebuah generasi desktop environment baru telah lahir. Semua orang berburu mencari tahu lisensinya, dan semua orang lega karena LED adalah open source.


Open source? Benar. Free? Kadang-kadang. Karena dua tahun kemudian Rudi Purnama menjadi kaya dengan menjual lisensi LED pada perusahaan besar. Karena untuk pengguna pribadi, segalanya gratis. Tapi Microsoft gagal mengambil alih LED untuk Windowsnya, sebab Leveraged Buyout tak mungkin dilakukan, sebab seluruh dunia bersama Rudi.


Kekuatan dari LED itu sendiri adalah kumpulan librarynya, LibED (sering dipelesetkan menjadi libido) yang membentuk engine 3D solid. Juga karena sekitar tahun itu generasi processor telah mencapai kecepatan diatas 1GHz, segalanya menjadi mungkin. Program antarmuka desktop enivronment LED bahkan lebih sederhana dari KDE dan GNOME. Namun karena berhasil mewujudkan lingkungan 3D, LED lebih disukai.


Keterbukaan LED mendorong para pengembang meramaikan komunitas 3D ini. LED Project menyebarkan modul interface agar para pengembang software dapat memanfaatkan engine LED tanpa harus melakukan perubahan besar pada rancangan software mereka yang telah ada. Maka betapa mudahnya program-program seperti StarOffice dan Netscape hadir dalam nuansa 3D. Bahkan KDE dan GNOME ikut meramaikan suasana, mengadaptasi engine itu pada beberapa feature mereka. LED Projuct menutup setiap celah dan lubang yang akan menyebabkan persaingan tak sehat. Namun LED membiarkan cita rasa program-program konsol yang berbasis text seperti XTerm tetap apa adanya.


Kemudian LED diporting ke platform lain, MacOS dan BeOS, namun tak pernah semeriah di keluarga Unix. Windows, walau terkesima, tak menunjukkan minat apa-apa, sampai wajah Web menjadi berubah.


Luasnya platform yang mengadopsi enggine LED menjadikannya standar pemetaan objek 3D. Vendor-vendor browser adalah yang kemudian paling cepat mengadopsi enggine LED pada produk mereka. Dengan engine itu halaman Web memasuki dunia 3D. VRML yang sempat terabaikan akhirnya menemukan kembali dunianya yang hilang. Microsoft akhirnya tergila-gila pada enggine LED namun keberatan dengan perjanjian lisensi yang diajukan, karena perhitungan biayanya didasarkan atas jumlah komputer yang menggunakan IE.


Tapi yang paling banyak menyumbangkan kekayaan untuk Rudi adalah dari sektor GIS (Geographical Information System). Perusahaan-perusahaan disana berlomba mengembangkan database mereka kedalam bentuk 3D juga. Engine LED memungkinkan user dapat fly over (istilah baru dalam GIS dimana proyeksi sebuah map diambil dari atas, lalu bergerak melayang mengitari objek-objek 3D) pada model suatu peta. Kali ini sebuah gunung terlihat tinggi dan lembah terlihat dalam.


Tapi perusahaan-perusahaan itu bahkan kewalahan untuk memodelkan objek-objek yang relatif lebih detail seperti bangunan atau infrastruktur perkotaan. Maka bermunculanlah third party GIS yang mengerjakan detail itu. Pernah satu perusahaan GIS besar mencoba mengerjakannya sendiri, namun kemudian server database mereka lalu colapse.


Akhirnya mereka memilih untuk menggunakan jasa third party itu, karena biaya yang dikeluarkan jauh lebih kecil daripada menanganinya sendiri. Lagi pula dukungan pasarnya yang begitu luas.


Kebanyakan third party itu adalah milik anggota tim LED Project, yang jauh sebelumnya telah memprediksi keadaan demikian. Merekalah yang menyumbangkan sebagian besar pendapatannya untuk LED Project, juga untuk pribadi Rudi Purnama. Rudi Purnama sekarang kaya raya dan banyak makan sehingga badannya menjadi tambun, begitu tambun.


***


Dan tak lama lagi kegemukannya itu akan diprotes oleh Yos. Mereka masih belum berajak dari Markas LED.


Markas LED adalah ruang tengah yang dimodifikasi. Cukup luas untuk menampung delapan komputer, yang semuanya, kecuali satu, saling terhubung dalam jaringan. Lima dari komputer itu adalah server, sisanya untuk backup (yang stand alone), komputer development (untuk bekerja) dan satu lagi khusus untuk rileks dan arsip pribadi. Yang lain adalah server email, server ftp, server database, server web dan proxy.


"Om Yos, dulu Om juga ikutan waktu pertama kali mengembangkan LED?" tanya Regie.


"Iya."


"Kok nama Om Yos nggak ada di daftar Tim LED Project?"


"Begitulah. Ceritanya dulu saya sibuk ngurusin kuliah, saya nggak mau sampai gagal. Tapi kamu tahu sendiri kan, waktu LED meledak? Semuanya pada ingin tahu. Semuanya pada nanya, sampai-sampai kami kewalahan menjawab email yang masuk. Lalu saya minta nama saya dihapus dari Tim LED Project, supaya nggak ada lagi yang tahu kalau saya itu salah satu perintis LED Projet. Harapannya sih supaya nggak ada lagi yang ngemail. Kasihan kan, kalo mereka ngirim email tapi saya-nya ngga bisa balas gara-gara sibuk kuliah? Nanti malah jadi citra buruk buat LED sendiri."


"Terus, Om Rudi ditinggal sendirian?"


"Ya enggak juga. Saya membantu dari belakang layar. Tapi kalau membalas email dia yang menanganinya semua. Dia sempat jadi kalang kabut, sampe pernah nangis di telepon ngeluhin itu." Yos mengerling Rudi yang mukanya jadi masam.


"Kasihan…," goda Regie.


"Nggak juga sih Reg," Rudi mulai ikut perbincangan. "Saya juga nggak tega kalo kuliahnya sampai terganggu. Makanya saya relain ngeborong semua email. Lagian jasa dia juga amat besar koq. Dia yang ngongkosin dan nemenin saya di LinuxTag waktu itu."


"Oh ya?" Regie terpesona.


"Iya. Kebetulan nyari duit di Amerika gampang banget. Saya punya sedikit tabungan buat bantuin si gendut ini mewujudkan impiannya."


"Dan berhasil," sambung Rudi.


"Dan berhasil," balas Yos.


"Thanks my friend."


"Same same."


Regie terharu melihat persahabatan itu. Sesaat keheningan menyusupi udara disana. Masing-masing terbuai dalam sedikit haru tak nestapa.


"Kalau saja Ari masih di sini," Rudi menggumam. Yang dimaksudnya adalah ayah Regie.


"Ya…, kalau saja dia masih disini. Dia bahkan tidak sempat tahu ide ini. Kalau saja si gila ide itu ada waktu itu, entahlah…."


"Bahkan dia juga tidak sempat tahu kalau nama anaknya adalah ucapan terakhirnya di dunia."


"Dia pasti ketawa." Mereka tertawa mendengar celoteh itu. Satu lagi keheningan menghanyutkan.


Lima belas menit mereka saling diam.


Kini Yos memandangi Rudi yang semakin gendut. Perawakannya menjadi lucu, tak seperti Rudi dua puluh tahun lalu yang berpostur atletis. Pasti karena terlalu makmur.


"Rud, ada pantun nih." goda Yos.


"Hm…," Rudi tak tertarik.


"Mandi pake sabun, Rudi begitu tambun."


"Dasar orang Padang, kebanyakan pantun." Regie tertawa.


"Ini belum seberapa, kalo di Pa…,"


"Cukup Yos!" potong Rudi.


"Oke oke, sorry. Tapi Rud, kira-kira dong jaga badan. Lihat tuh, sampai kerja saja terpaksa pakai kain sarung. Nggak ada lagi celana yang muat ya?" kalau sudah begini logat Padangnya Yos keluar.


"He he he."


"Kamu nggak ingat gitu sama Ari…," setelahnya Yos salah tingkah. Pembicaraan ini memasuki area yang rawan. "Sorry Reg, sedikit nyinggung almarhum ayah kamu. Tapi Rudi ini sekarang sama gendutnya dengan ayah kamu dulu." Regie diam saja.


"Jangan nyama-nyamain dong. Saya belum sampai segendut dia dulu."


"Oh ya?" tantang Yos.


"Ari itu dulu celananya nomor 38." 38? Sepuluh nomor diatasnya, pikir Regie.


"Kamu berapa?"


"37 setengah," jawab Rudi cengengesan. Yos dan Regie geleng-geleng kepala. Tapi yang dipikirkan Regie adalah betapa gendut ayahnya dulu.


"Udah ngecek kolesterol kamu?"


"Mmm," ragu-ragu, "Udah."


"Kapan?"


Rudi salah tingkah. Sambil menggoyang-goyangkan kepalanya, "Enam, tujuh bulan…, sekitar itu."


"Berapa?"


"320."


"TIGA RATUS DUA PULUH???" suaranya menggelegar. Rudi dan Regie terlonjak kaget. Tapi Yos lebih kaget lagi dengan angka itu. "Tiga ratus dua puluh Rud? Batas maksimalnya itu 200! Tiga ratus dua puluh kamu bisa mati setiap saat Rudi!" Setiap orang sebenarnya bisa mati setiap saat. "Terus apa kata dokter waktu itu?"


"Dia bilang mau mati sekarang atau nggak mau mati sekarang. Kalau mau mati sekarang silahkan pulang, kalau tidak musti langsung masuk opname."


"Lalu?"


"Lalu saya pulang." Yos geleng-geleng kepala lagi.


"Ari itu begitu gara-gara kolesterol."


"Tahu kok."


"Kamu juga mau begitu?"


"Setia sama temen kan?" Rudi mencandainya balas.


"Jangan becanda! Ini serius! Kamu harus direhabilitasi sekarang. Kamu harus turunin berat badan. Mulai sekarang olah raga!"


"Ya gimana dong? Kerjaan numpuk nih. Itu aja ada dua ratusan email hari ini yang belum kebalas."


"Kamu peduli email orang atau peduli nyawa sendiri?" tanya Yos tegas.


"Email itu nyawa saya juga," Rudi mencoba membela diri.


"Jangan belagak bodoh. Satu jam sehari nggak akan ngurangin jatah mereka! Lagian sekarang juga kamu bengong."


Maka sejak itu Rudi tersiksa sampai putus asa menjalani program diet dan olah raga. Yos mengawasi ketat program itu dan tak mau bersikap lunak sedikitpun. Lebih baik begitu daripada membiarkan kawannya itu semakin tambun lalu mati kena serangan jantung.


Setelah tiga bulan berat badannya turun dari 95 kg (tinggi Rudi hanya 168 cm) menjadi 90 kg. Rudi masih harus menjalani program diet itu lebih lama lagi. Yos tak mengurangi ketegaannya dengan sedikit belas kasihanpun.


Regie telah lama tahu bahwa ayahnya meninggal akibat kolesterol tinggi, bukan karena radiasi handphone. Tapi kematian ayahnya adalah masa lalu yang tak pernah dialaminya. Prospek kematian Rudi begitu menakutkannya, membuat dada sesak. Jika harus kehilangan Rudi, maka Regie akan kehilangan seseorang yang sangat dibutuhkannya. Seseorang yang memberinya pengganti figur seorang ayah yang tak pernah dimilikinya.

Wednesday, May 18, 2005

03. P

Seri : Regular Expression

Episode : 03. P

Author : Youppie Arliansyah

Tanggal : 9 April 2002



 


P adalah bahasa program generasi kelima. Nama P sendiri melanjutkan tradisi penamaan dari bahasa BCPL, setelah C. Seperti C yang merupakan pengembangan dari bahasa B, P adalah pengembangan dari bahasa C. Namun banyak pakar yang meragukan hal ini dan menganggap P tidaklah murni kelanjutan dari bahasa C.


P menggabungkan seluruh feature yang dimiliki bahasa pemrograman yang telah ada sebelumnya. OOP, cross platformnya Java, integrasi dengan SQL engine, juga pustaka modul untuk semua kebutuhan. Tapi ada dua feature lagi yang tidak dimiliki bahasa lain yang membuatnya berbeda.


P dikembangkan untuk berjalan sebagai demon. Dengan begitu, sebuah server dapat didedikasikan sebagai P server yang lengkap dengan modul-modulnya. Instalasi P yang lengkap memakan storage yang terlalu besar, lebih dari 20GB, serta menghabiskan terlalu banyak sumber daya sebuah komputer. Maka server-server itu menjadi dibutuhkan untuk menyediakan seluruh modul yang ada.


Programmer dapat bekerja di rumah, menulis kode lalu mengcompilenya, sementara modul-modul yang diincludekan diambil dari server yang terkoneksi. P cliet tak perlu menyimpan modul-modul itu sendiri. Bahkan server-server itupun saling berhubungan menshare sumber daya masing-masing, mencontoh sistem share file MP3 dahulu. Perkembangan jumlah modul P terlalu pesat, sehingga hampir tak ada satu server tunggal yang mampu menampung semuanya.


P daemon itu juga dapat diintegrasikan kedalam kernel, sehingga ketika sistem operasi itu di-embedd kedalam perangkat elektronik lain, seperti televisi, rice cooker, atau kamera digital, P processor bisa ikut bersamanya. Feature ini memudahkan para programmer P mengembangkan modul-modul aplikasi khusus untuk perangkat-perangkat itu. juga memudahkan pemakai untuk mengambil modul yang siap pakai untuk perangkatnya. Sebagai illustrasi, suatu saat seseorang menginginkan adanya layanan terjemahan bahasa latin dari salah satu stasiun televisi untuk siaran yang berbahasa perancis, sementara yang ada pada televisinya ketika itu hanya terjemahan untuk bahasa Inggris dan Indonesia. Dia dapat menghubungkan televisinya, yang dilengkapi jack komunikasi atau jack modem, ke server statiun televisi bersangkutan. Atau jika menggunakan siaran TV kabel maka dia tinggal memanggil satu channel khusus yang melayani perubahan itu. Televisi itu kemudian mendownload modul penerjemah. Modul itulah nantinya yang akan menampilkan setiap stream terjemahan yang dikirim stasiun itu. terjemahan siap untuk dinikmati. Tapi menurut data survey pihak pertelevisian, modul dubbing, yang menerjemahkan siaran dalam bentuk audio, ternyata lebih disukai penonton. Semuanya dikerjakan oleh P processor. Oven microwave yang tahu berapa lama harus hidup untuk memasak sajian resep tertentu adalah contoh lainnya.


Feature lainnya adalah HOOP, Humanity Object Oriented Programming. Teknologi ini mengembangkan konsep OOP lebih jauh sehingga dapat melakukan apa belum bisa dilakukan OOP konvensional, inherit dari dua objek yang berbeda. Sejarahnya, konsep OOP yang menyatukan data dan kode dalam satu unit dikembangkan pada bahasa C++, yang kemudian diadaptasi oleh hampir semua bahasa program baru. Suatu objek dapat diturunkan dari objek lain, dengan mengambil sifat-sifat dari objek ancestor. Tapi hampir mustahil untuk mengambil sifat dari dua buah objek yang berbeda. Setidaknya yang bisa dilakukan adalah dengan membuat satu turunan, lalu menambahkan dengan paksa sifat-sifat dari objek kedua. Hampir tidak ada interaksi antara objek turunan itu dengan objek yang diharapkan untuk menjadi ancestor kedua. Dengan hoop, masalah itu dapat diatasi, bahkan terkesan humanis.


Dalam hoop, objek terbagi atas tiga spesifikasi gender: jantan, betina dan netral. Objek bergender netral tak jauh beda dengan objek pada OOP dan lebih disediakan untuk kompatibilitas. Sementara objek jantan dan objek betina adalah jenis objek yang bisa dikawinkan dan menghasilkan objek anak. Perkawinan inilah yang menjadi kunci inherit dari dua objek yang berbeda.


Objek jantan didefinisikan sebagai objek yang bisa mengintervensi, sementara objek betina didefinisikan sebagai objek yang hanya bisa diintervensi. Maka intervensi antara objek jantan dan objek betina disebut perkawinan yang akan menghasilkan anak objek.


Syntax perkawinan itu adalah:



MARRIAGE objek_jantan objek_betina FAMILY nama_perkawinan [EXPECT objek_anak [WITH sifat,sifat,untuk,objek,anak|ALL]];



Penjelasannya:


Statement MARRIAGE mengawinkan objek_jantan dan objek_betina.


Statement FAMILY untuk memberi nama perkawinan itu, biasanya menggunakan nama objek jantan tapi tidak mutlak.


Sebuah perkawinan dibolehkan untuk tidak langsung menghasilkan anak, biasanya hanya digunakan sekedar untuk persiapan. Namun jika dari perkawinan itu diharapkan objek baru, maka statement EXPECT (bersifat opsional) akan menghasilkan objek_anak. Dari sini si anak bisa mewarisi sebagian sifat-sifat kedua orang tuanya dengan menyertakan daftar sifat itu pada parameter statement WITH, atau mengambil semua sifat parent dengan statement ALL.


Inisialisasi objek dilakukan dengan syntax


Class [boy|girl] nama_objek


{


sifat_1();


sifat_2();


sifat_3();


.


.


.


sifat_n();


}


Dapat dilihat bagaimana menentukan gender untuk setiap objek saat pendeklarasiannya.


Objek netral tidak dapat dikawinkan. Jika ingin mengawinkan sebuah objek netral, objek itu harus pertama kali harus diberi gender. Pemberian gender pada objek netral dilakukan dengan cara:



HE_IS|SHE_IS nama_objek_netral;



Namun jika ternyata yang diberi gender itu bukan objek netral, maka daftar pesan kesalahan yang mungkin muncul adalah:


Jika he_is pada objek jantan: Gender initialization error: he’s already a man.


Jika he_is pada objek betina: Gender initialization error: don’t push her to become a boy.


Jika she_is pada objek jantan: Gender initialization error: he doesn’t want to loose his …


Jika she_is pada objek betina: Gender initialization error: she’s already a woman.



Sistem kelamin ini akan tergambar dengan jelas pada tahap kompilasi:


Pada setiap objek betina yang dideklarasikan, kompiler akan menyediakan tiga lokasi memori khusus: own_space, husband_space dan uterus, serta dua variabel sistem: husbandID dan onmarriage, yang secara default bernilai nol. Own_space adalah tempat objek betina menyimpan sifat-sifatnya. Ketika perkawinan terjadi, husbandID akan berisi ObjID milik objek jantan dan onmarriage bernilai 1. Kemudian sifat-sifat objek jantan diwariskan kedalam husband_space. Jika perkawinan itu mengharapkan anak, maka kompiler akan memilah sifat-sifat yang diminta dari gabungan antara own_space dan husband_space lalu diletakkan di uterus. Selanjutnya objek anak dibuat dengan mewarisi sifat-sifat dari uterus ini. Jika ternyata sifat yang diminta tidak ditemukan pada uterus, kompiler akan menampilkan pesan kesalahan: invalid marriage: married by accident.


Objek betina yang telah dikawinkan ini akan selalu membawa sifat objek jantan pada husband_space-nya. Maka objek betina yang telah dikawinkan tidak dapat dikawinkan lagi dengan objek jantan lain, sementara objek jantan dapat dikawinkan dengan objek betina mana saja yang berstatus singel, onmarriage bernilai 0. Pesan kesalahan akan muncul jika terjadi perkawinan antara objek jantan dengan objek betina yang telah kawin: invalid marriage: Cannot propose somebody’s wife. Untuk memeriksa status perkawinan sebuah objek betina dilakukan perintah:



ISMARRIED nama_objek_betina;


Jika perintah ini ternyata dijalankan pada objek jantan, pesan yang muncul adalah:



ismarried error: who care? 


Namun jika dijalankan pada objek netral pesannya akan menjadi:



Ismarried error: object even doesn’t have any gender


Pada objek betina, satus dihasilkan adalah (pesan dapat dilihat pada debug editor): Ismarried: she has somebody, jika status onmarriagenya 1; Ismarried status: she is being widow atau Ismarried status: she is virgin, jika onmarrieagenya 0.


Jika marriage itu tidak diperlukan lagi, mungkin karena dibutuhkan sebuah perkawinan baru dengan objek jantan lain, maka dilakukan:



DIVORSE nama_perkawinan


Dengan begitu, isi dari husband_space objek betina yang didivorse akan dihapus, tapi tidak mengubah isi variabel husbandID lama sampai terjadi perkawinan baru dengan objek jantan baru. Cara ini untuk memberi jalan rujuk bagi kedua objek yang telah bercerai jika ternyata perkawian itu masih dibutuhkan dengan perintah:



REMARRIAGE nama_perkawinan 


Lagi pula dari satu perkawinan masih bisa dihasilkan anak-anak lain dengan variasi sifat berbeda-beda. Caranya:



PREGNANT nama_perkawinan BORN nama_objek_anak WITH sifat,sifat,objek,anak;


Karena pertimbangan moral, objek-objek dengan gender sejenis tidak dapat saling dikawinkan. Secara sistem kompiler hal itu bisa dimengerti karena objek jantan tidak memiliki space tambahan untuk menampung sifat objek pasangannya, sementara objek betina akan saling mengisi husband_spacenya dengan sifat pasangan masing-masing yang berakibat menghasilkan dua objek yang identik, yang jika ditambah dengan objek anak maka akan terdapat ada tiga objek identik yang sia-sia.


Objek anak tidak dapat dikawinkan dengan objek parentnya untuk menghindari terjadinya redudansi sifat pada objek betina. Akibatnya diperlukan banyak perkawinan untuk mendapatkan keturunan objek yang sesuai. Betul-betul humanistik.


Dan orang-orang yang paling berjasa dalam lingkup pemrograman P ini adalah para pengawin objek, yang menghabiskan banyak waktu untuk menciptakan perkawinan berbagai objek. Kumpulan objek mereka luar biasa. Beberapa memajang situs menawarkan objek-objek mereka dengan memasang iklan seperti ‘Fantastic, exotic object’, ‘Hot babes object’ dan lain-lain, namun populasi iklan nyeleh seperti itu hanya 0,2 persen dari semua yang ada. Kebanyakan iklan mencari objek dengan menyebutkan spesifikasi yang diinginkan seperti "Need some female obs which has bla bla bla". Beberapa malah ada yang mencari objek ancestor dari objek-objek yang dimilikinya. Situs Paul Trees yang memuat daftar silsilah objek adalah salah satu yang paling sering dikunjungi. Ada ada saja.


***


"Kok Om Yos ngga bilang-bilang sih?" Regie protes pada pakar P itu.


"Habis, kamunya terlalu nge-geek."


"Iya, tapi Om Yos keterlaluan banget deh kalo ngerahasiain identitas sampe segitu-gitunya."


"Lha kamu sendiri nggak nanya-nanya."


"Nanya kalo Om Yos yang nulis buku-buku itu? Mana saya tahu?"


"Reg, kamu orangnya itu terlalu cuek, juga sombong. Coba, selama kamu kenal Om, pernah nggak kamu nanya yang lain selain kode komputer sama P. Paling kamu cuma nanya kampung Om, itu aja. Pernah gitu kamu nanya kalo hubungan saya sama Om Rudi itu bagaimana? Sejak kapan kami berteman? Nggak kan? Bahkan kamu ngga tahu kalo nama Om itu Yosefrizal. Kamu cuman mikirin kode komputer, muter-muterin logika. Dan ini judgement buat kamu, kamu menganggap saya hanya sebagai satu lagi programmer lain yang mau kamu uji, dan kalau kamu bisa mengalahkannya lalu kamu anggap remeh. Kamu tidak menganggap saya sebagai manusia yang selayaknya dihargai." Regie terdiam. "Kamu juga ngga terlalu peduli sama lingkungan sekitar, mencoba untuk jadi asosial. Sepertinya kamu hanya hidup di alam kamu sendiri. Ya ngga, Rud?"


"He he he," Om Rudi hanya terkekeh. Regie terdiam.


"Nggak salah kan?" Regie mencoba berargumen.


"Nah ini dia keras kepalanya."


"Kayak bapaknya," sela Om Rudi. Regie melotot padanya.


Om Yos melanjutkan, "Kamu itu cuma terpesona sama gaya hidup kaum geek sana. Pada dasarnya kamu itu orang yang luwes. Ngapain kamu ngotot jadi asosial kalau kamu bisa bergaul? Sebetulnya ngga usah ikut-ikutan asosial. Orang jenius ngga musti asosial. Kalau mereka-mereka itu memang sudah dasar psikologinya yang kesulitan bergaul dan nggak bisa disalahin kalau jadi asosial begitu. Lha kalau kamu?"


"Bener Reg," Om Rudi ikutan nimbrung. "Kamu salah kalau menganggap geek itu identik dengan asosial. Kamu punya bakat bergaul yang bagus. Kamu bisa langsung akrab sama orang-orang. Jarang lho geek seperti kamu."


"Nah, kan! Sejak kecil juga kamu udah pinter bergaul."


"Emang Om Yos tahu kecilnya saya?" Regie heran.


"Sembarangan kamu, Reg. Waktu bayinya kamu itu pernah pipisin celana Om. Kamu mana ingat? Kecilnya kamu dulu yang ngajak jalan-jalan ke kebun binatang waktu disemprot gajah itu siapa?" Disemprot gajah? Samar-samar Regie ingat kejadian itu. Dicobanya memperjelas bayangan, seingatnya ketika itu ada Mama, Om Rudi, lalu dua orang lagi yang tidak bisa diingatnya. Tapi lalu satu bayangan menjadi meragukan.


"Lho! Om Yos ya waktu itu?" Om Yos tersenyum geleng-geleng kepala.


"Rud, kasih dia lihat arsipnya."


Mata Om Rudi berbinar. Di Markas LED itu dia mulai membrowsing direktori mencari-cari sebuah file. Regie jadi terbit penasaran pada arsip yang dikatakan itu. Arsip apa? Sebuah surat pernyataan bahwa Om Yos pernah bersamanya dulu? Regie jadi tersenyum agak sinis.


"Oke, ini dia," kata Om Rudi. Sebuah file JPG? Foto? Foto apa? Om Rudi mengklik file itu dan otomatis program image viewer muncul menampilkan foto dua laki-laki dan satu perempuan orang berpose di kebun binatang di depan kandang gajah. Si perempuan berdiri di tengah diapit kedua lelaki itu, menuntun seorang balita 4 tahun. Regie mengenali mereka. Yang perempuan adalah mamanya. Di sebelah mama adalah Om Rudi, dan si kecil itu pasti dia. Dan orang yang satu lagi, yang juga menuntunnya?


"Itu saya," kata Om Yos menjawab kebingungan hati Regie.


"Ooo…, Om Yoooos…," suaranya begitu panjang. Mereka tertawa.


Foto itu memang tepat untuk dikatakan sebagai arsip. Karena pemandangan disana begitu istimewa. Menangkap adengan seekor gajah yang tengah menyemprotkan air dari belalainya, juga orang-orang yang berlarian menghindar kecuali yang tengah berpose. Korbannya ketika itu….


"Nggak nyangka bakal disemprot begitu," kenang Om Yos, berbinar memandangi kenangan itu. "Pas kena saya. Betul betul pas habis. Kamu juga ikut kecipratan Reg, tapi saya yang paling parah. Mungkin kamu nggak sadar waktu itu, tapi saya musti terus nemanin kalian nurutin Regie yang pingin kemana-mana. Tiga jam di kebun binatang, basah kuyup…." Om Yos tidak melanjutkan kata-katanya. Semua yang hadir terlarut. Tapi Om Rudi tak tahan lama-lama. Tawanya pecah pada kenangan itu. Terbata-bata dia mengomentari kejadian itu sambil tertawa. Semuanya tertawa sampai sakit perut.


"Gila…, nggak bilang-bilang lagi…," kenang Om Rudi, setelah tawa-tawa mulai mereda.


"Eh Om, yang ngambil foto ini siapa sih?" tanya Regie pada kedua senior itu. Yang ditanya saling berpandangan sesaat, lalu menatap Regie penuh arti. Regie jadi gamang diperlakukan begitu. Ada apa gerangan? Bukan ayahnya kan? pikirnya.


Tapi pasti orang dewasa keempat. Karena Om Yos mengatakan bahwa Regie akan tahu dengan sendirinya.


"Itu akan jadi pelajaran buat kamu supaya nggak asosial lagi. Tadinya Om juga sengaja tidak memberitahu kamu tentang buku itu supaya bisa ngerasain akibatnya kalo ngga pedulian. Gimana rasanya kedatangan tamu dari masa lalu?"


Benar juga. Regie jadi malu. Selama ini, setelah dua tahun, Regie menganggap bahwa Om Yos adalah orang Padang kenalan baru Om Rudi. Dua tahun yang lalu Regie bertemu (lagi) dengannya di markas LED. Kesan untuknya ketika itu adalah seorang veteran komputer, seperti Om Rudi, yang akan ikut membantu pengembangan LED Server. Bahkan ketika itu pun Regie masih salah sangka menganggap Om Yos sekedar datang dari Padang. Kemudian dia baru tahu ternyata Om Yos baru menyelesaikan PhDnya di MIT dan bergabung dengan tim LED Server. Lalu kini, Regie tahu bahwa Om Yos datang dari masa lalunya. Om Yos….

Monday, May 16, 2005

02. Sarung Kotak-kotak

Seri : Regular Expression

Episode : 02. Sarung Kotak-kotak

Author : Youppie Arliansyah

Tanggal : 8 April 2002



 


Pada lembar kelima. Lembar pertama adalah untuk judul buku dan salinan Undang-undang tentang Hak cipta. Lembar kedua masih memuat judul namun dibaliknya adalah informasi katalog. Lembar ketiga dan keempat untuk daftar isi, lalu lembar kelima memuat kata pengantar. Semuanya sudah mengikuti acuan penerbitan buku yang lazim. Tapi dibalik lembar kelima kata pengantar itu, Regie mengangguk-angguk membacanya tulisan yang tertera disana. Surat untuk para pembajak buku.



Kepada para pembajak yth,


Salam sejahtera. Semoga kita semua berada dalam kebahagiaan dan kesehatan yang sempurna.


Pertama-tama saya berterima kasih karena Anda telah ikut membantu menyebarluaskan karya ini. Semoga semakin banyak lagi orang yang mendapat manfaat darinya. Dan kedua saya hendak menyampaikan sebuah ganjalan di hati.


Harus kita akui, bahwa setiap hari kita semakin diliputi kebutuhan akan uang. Dan semakin hari betapa uang semakin menjadi tolok ukur akan kualitas kehidupan seseorang. Mungkin ada beberapa orang yang tidak demikian adanya, maka saya menghaturkan salam salut untuk mereka. Saya sendiri masih membutuhkan uang, demikian juga Anda saya kira.


Dan dengan karya saya inilah saya berharap bisa meraih uang itu. Harapan untuk bisa menikmati setiap sen yang dihasilkan dari setiap salinan yang dibeli oleh pembaca saya. Namun harus kita akui bersama, dengan segala kerendahan hati, bahwa Anda telah mengambil apa yang seharusnya bisa saya dapatkan.


Saya tidak bisa menyalahkan Anda. Kita semua butuh uang. Saya butuh uang, Anda butuh uang, dan mereka membeli dari Anda pun karena butuh menyimpan sedikit uang. Dan kembali segalanya diukur dengan uang. Ah, seandainya kita hidup di zaman Abbassiyah, ketika negara membayar setiap buku yang bagus dengan timbangan emas seberat buku itu, tentunya saya tidak akan miskin seperti ini. Dan Anda tidak akan menjadi pembajak, karena Anda bukan lagi pembajak, karena pengetahuan adalah milik semua orang.


Sayangnya kita tidak hidup di zaman seperti itu. Kita hidup pada zaman dimana, sekali lagi, segalanya diukur dengan uang. Karena karya saya ini berada di dalam sistem yang menakarkan uang. Karena kita berada di dalam sistem yang menakarkan uang.



Para pembajak yth,


Saya tidak bisa menghadapi Anda. Walaupun saya melarang Anda, saya tetap tidak bisa menghentikan Anda. Siapalah saya ini. Namun walau begitu, izinkanlah saya memohon kemurahan hati Anda, untuk mendapatkan sedikit dari apa yang seharusnya bisa saya peroleh. Karena tidak ada lagi yang bisa saya lakukan.


Betapa saya berharap semoga suatu saat kelak Anda tidak lagi menjadi pembajak, suatu saat ketika membajak itu tak lagi ada. Suatu saat ketika usaha Anda akan dihargai.



Terima kasih



Kasihan si penulis itu, pikir Regie. Tapi caranya unik. Memberikan langkah kepada musuh, seperti dalam permainan catur yang mengorbankan perdana mentri untuk menyelamatkan raja. Buku itu satu-satunya karangan penulis Indonesia yang baru, dan pernah, dibacanya diluar buku pelajaran sekolah. Regie kagum. Hanya saja dia tidak tahu bahwa surat itu berupa salinan dari surat yang sama pada buku lain, yang terbit delapan belas tahun yang lalu. Bahwa hampir semua buku yang diterbitkan di Indonesia menyertakan salinan surat itu setelahnya. Dia baru tahu kemudian ketika chatting sorenya.


Setelah IRC clientnya tersambung dengan server, dilihatnya ada 107 user yang aktif. Semua yang dikenalnya. Semua yang sama gilanya. Begitu nicknya, bum-bum, terlihat di window user, langsung 107 pesan dari 107 user muncul dengan kata-kata yang sama, "Hallo Regie". Tujuh pesan berikutnya adalah:


Gali: masih kurang, Hallo Regie.

Zion: tambah juga, Hallo Regie.

Pick: ikutan ah, Hallo Regie.

Biskuit: saya juga, Hallo Regie.

Gali: kurang banyak, Hallo Regie. Hallo Regie. Hallo Regie.

Pick: curang! saya juga, saya juga, saya juga, saya juga.

Zion: he he he


Setelahnya kelima user itu di-kick dari arena.


Disana ada nick bug-book alias si kutu buku. Semua tahu kalau bug-book ini suka membaca. Kadang Regie private chat dengannya membahas tentang berbagai buku, walau Regie tak pernah terlalu menikmatinya. Namun kali ini lain cerita, karena ada penasaran yang mengganggu. Regie memanggilnya.


Bum-bum: bug, apa kabar?

Bug-book: tumben reg, ngajak private?

Bum-bum: iseng aja.

Bug-book: iseng? 15 detik setelah kamu login?


Si bug ini memang sensitif.


Bum-bum: emang ngga boleh?

Bug-book: ada apa sih?

Bum-bum: engga, saya baru baca buku nih

Bug-book: waaaaaah, regie ngajak diskusi bukuuuuuuuu


Pesan terakhir ini muncul di window pesan utama. Regie tak peduli komentar yang muncul.


Bug-book: yang mana?

Bum-bum: jack muhammad, hirarki komunitas masyarakat cyber.

Bug-book: aha, best seller tuh. menarik ngga?

Bum-bum: lumayan.


Padahal Regie belum selesai baca.


Bug-book: baca juga andi andar, konsep sosiologis kontemporer. Kayaknya si jack banyak ngambil bahan dari situ.

Bum-bum: oke, nanti.


Bug-book: mau diskusiin apa?


Pertanyaan yang mempermudah situasi.


Bum-bum: si jack nulis surat buat pembajak.

Bug-book: lalu?

Bum-bum: hebat aja gitu. caranya mengatasi kaum pirates

Bug-book: baru tahu?

Bum-bum: ?

Bug-book: itu sih cerita lama.

Bum-bum: masa? maksudnya?

Bug-book: yah, ketahuan kamu ngga pernah baca bukunya orang indonesia.

Bum-bum: :-(

Bug-book: surat kayak gituan sih udah ada 18 tahunan.

Bum-bum: ?

Bug-book: coba deh kamu lihat di toko buku. Semuanya pake itu.

Bum-bum: masa? Kayak GPL aja.

Bug-book: iya emang begitu. jadi apa aja yang kamu baca selama ini?

Bum-bum: buku luar kayak Joseph Chan

Bug-book: ha ha ha, dia juga orang indonesia. Yg kamu baca itu terjemahannya

Bum-bum: ???

Bug-book: iya, Joseph Chan itu orang padang.

Bum-bum: ??? bukannya cina?

Bug-book: Yosefrizal Chaniago, padang totok.

Bum-bum: lho

Bug-book: payah nih.


Setelahnya muncul window lain mengajaknya private.


Regie tak dapat mengalihkan pikirannya dari private pertama itu. Benarkah surat seperti itu bukan hal baru? Benarkah Joseph Chan itu orang Indonesia? Betapa banyak yang tidak diketahuinya.


Joseph Chan, atau Yosefrizal Chaniago kata si bug-book, adalah salah satu idolanya. Bukunya, "P For Begginer", adalah perkenalan Regie dengan bahasa P. Selanjutnya "P For Intermeidate" dan "Expert P" menemani jalannya menuju seperti sekarang. Begitu mengaguminya sehingga Regie akhirnya mendorong Joseph Chan untuk menulis "The Unleashed P" dan menyumbangkan ide-idenya. Tapi latar belakang penulis itu tak pernah disentuhnya sama sekali. Menurutnya cukuplah untuk mengetahui bahwa nama Joseph Chan adalah seseorang berkebangsaan Cina, atau warga negara Amerika keturunan Cina. Selebihnya Regie tak peduli, hanya bukunya. Sekarang? Email itu sudah siap dikirimkan ke Joseph, atau Yosefrizal.


Balasannya tiba tiga menit kemudian.



Subject: Re: Padang?


>Let me know the truth. Are you Indonesian? From padang? Because one of my friend told me so.


Si bug-book ya? Dia bilang gitu ke saya. Sekarang juga kami masih private. Payah kamu Reg. Jangan jangan kamu ngga tahu lagi, kalau kita sering ketemu di rumah si Rudi. Nih saya kirimin foto, biar kamu ngga bingung lagi.



Attachmentnya file jpg, dan wajah disana sangat dikenalnya. Om Yos. Begitukah semuanya?



Subject: Sueeerrrrr ngga tahuuuuuuu


Whuaaaaaaaaaa!!!!!!!!!!!! :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-(



Regie bahkan sampai salah ketik. Kalimat itu seharusnya diterjemahkan menjadi: "Whuaaaaaaaaaa!!!!!!!!!!!! malu! malu! malu! malu! malu! malu! malu!"


***


Jadi ternyata Joseph itu adalah Om Yos. Bukankah selama ini mereka sering bikin program bersama? Pantas saja dua buku terakhir sebelum "The Unleashed" terasa begitu mengena. Joseph seakan tahu kebutuhan Regie ketika belajar bahasa P. Setiap keingintahuan baru selalu terjawab dengan segera oleh bukunya. Bagaimana Regie tidak akan mengidolakan Joseph? Tapi kalau dia itu Om Yos, ya nggak aneh lagi. Dasar. Padahal bunga-bunga bermekaran di hatinya ketika namanya muncul dalam daftar pertama ucapan terima kasih di "The Unleashed". Sekarang bunga-bunga itu layu berguguran.


Urusan dengan Om Yos bisa dilakukan nanti.


Sekarang masih tentang surat untuk para pembajak itu. Tapi apa benar semuanya begitu? Sudah selama itu? Window private message dengan bug-book masih terbuka.


Bum-bum: bug, masih disitu?

Bug-book: yup

Bum-bum: thanks atas infonya

Bug-book: he he he, dia bilang malah sering ketemu kamu

Bum-bum: juga baru tahu

Bug-book: dasar, nge-geek sih nge-geek, tapi buka mata dong sama the real world

Bum-bum: :-(

Bug-book: lagi pm sama siapa aja?

Bum-bum: cuman kamu

Bug-book: tumben

Bum-bum: ngga sih, cuman mau nanya soal surat itu

Bug-book: oh, sarung kotak-kotak

Bum-bum: ?

Bug-book: surat u/ pembajak itu kan? sarung kotak-kotak

Bum-bum: ?

Bug-book: itu juga kamu ngga tahu? ya ampun!!!!!!

Bum-bum: :-(

Bug-book: oke3, namanya memang begitu

Bum-bum: why

Bug-book: dulunya, seorang pengaran…. eh mending di email aja ya, biar leluasa

Bum-bum: ok


Satu menit kemudian email itu,


Subject: sarung kotak kotak


Dulunya, seorang pengarang novel yang frustasi karena bukunya sering dibajak menulisnya. Namanya saya lupa. Tapi dia memang sangat frustasi, soalnya dia menulis cerita yang bagus tapi dapet royaltinya ngga seberapa. Anehnya malah terlalu banyak orang yang baca buku dia. Bahkan dia pernah ketemu ibu2 di bus kota yang lagi baca bukunya. Ibu itu berkomentar bahwa cerita itu sangat bagus dan menghanyutkan. Trus dianya pura-pura nanya, emang buku itu laku? Ibu2 itu bilang kalo orang se-RT-nya pada baca semua. Trus ibu2 itu juga bahkan bilang kalo dirumahnya punya 3 eksemplar. Nah lho.


Si pengarang bingung, kalo bukunya bisa laku, kenapa royaltinya sedikit? Padahal dia ngga punya pekerjaan lain lagi. Kasihan ya? Rupanya ibu itu beli yang bajakan. Soalnya lebih murah katanya. Ya begitulah, awalnya. Padahal lagi si pengarang itu sudah mau meluncurkan buku keduanya. Ceritanya lebih bagus, soalnya dia ngira buku pertamanya ngga laku gara-gara ceritanya ngga bagus. Tapi dia takut dibajak lagi. Lalu dia dapat ilham untuk nulis surat itu.


Waktu bukunya terbit, surat itu dapat tanggapan luar biasa. Bahkan media massa menulisnya sebagai essai of the century, hebat ngga? Buku itu royaltinya masih sedikit, tapi para pembajak pada tersentuh. Banyak yang akhirnya ngirim uang untuk si pengarang, bahkan ada juga pembacanya yang ikutan. Pengarang itu akhirnya jadi kaya.


Dan mau tahu kenapa surat itu dinamai sarung kotak-kotak? Soalnya pembajak yang pertama dan terang-terangan bersimpati adalah orang yang suka pake sarung motif kotak-kotak, yang sekarang punya toko buku Grafidia. Si pembajak itu, Jarot kalau ngga salah, masih ngejual buku bajakan di tokonya. Mungkin buku yang dijualnya itu barang bajakan semua. Tapi saya yakinnya dia baik begitu biar ngga di tuntut ama si pengarangnya aja. Ngga semua pengarang juga dikasih ama dia. Tanya aja ama Yosefrizal. Pembajak yang lain sih masih mending mau toleran. Sekarang kabarnya dia malah ngga pernah lagi ngasih ama pengarang.


Cukup segitu?


--


Bug


Ternyata Jarot si sarung kotak-kotak. Kembali ke chat


Bum-bum: thanks

Bug-book: come back

Bum-bum: si jarot suka pake sarung kotak kotak?

Bug-book: begitulah ceritanya. Dulunya sekali dia jualan buku di kaki lima


Bum-bum: hubungannya?

Bug-book: soalnya dia jualan pake sarung kotak-kotak begitu.


Bum-bum: makanya dia dijuluki si sarung kotak-kotak?

Bug-book: yup


Bum-bum: kamu tahu dari mana?

Bug-book: my nick is bug-book


Bum-bum: oke3 i g0t 1t

Bug-book: eh btw, kamu kan lagi ngerjain proyeknya dia?


Bum-bum: yup

Bug-book: udah selesai?


Bum-bum: udah sih, tapi belum dikasih aja. Gimana waktu ngetes mirrornya?

Bug-book: oke sih. Denger2 kamu kena kendala sama, apa tuh? regex?


Bum-bum: he he he, regular expression

Bug-book: ha, geek yang kena kendala

Bum-bum: regular is my name

Bug-book: I know. Tapi kenapa kendalanya itu? mustinya kan justru kamu pakarnya regex


Bum-bum: …

Bug-book: any story behind?


Bum-bum: ancient story

Bug-book: would you tell me?


Bum-bum: any time

Bug-book: ok. Eh hati2 aja berurusan ama si Jarot


Bum-bum: <mengangguk angguk>

Bug-book: orang seperti itu ngga bisa di percaya.


Bum-bum: <mengangguk angguk> thanks atas kepercayaannya.


Tiba-tiba muncul window private message baru.


ha!: bener kata si bug


Saturday, April 23, 2005

01. Salam Kenal

Di dunia ini memang banyak yang aneh. Jika fiksi banyak mengisahkan cerita aneh, yang terjadi pada kenyataan sehari-hari justru banyak yang lebih aneh lagi. Dahulu telepon adalah perangkat yang terpasang di rumah atau kantor. Orang harus berada di rumah atau kantor untuk menerima telepon. Sekarang, dengan telepon genggam, menerima telepon bisa dimana saja (anehnya tidak bisa dilakukan di daerah blank spot). Jika dulu melihat orang berbicara di telepon seakan seperti melihat orang sedang bicara sendiri, sekarang tidak lagi. Tapi coba lihat orang yang berbicara di telepon genggam yang pake handsfree, ada yang aneh?

Tokoh kita ini mungkin termasuk kategori aneh. Namanya Regie. Jenis kelamin pria. Nama lengkapnya, Regular. Hanya Regular, tak ada nama panjang atau nama keluarga. Dia juga tidak pernah mengenal ayahnya yang memberi nama seperti itu. Ayahnya yang programmer meninggal ketika memberinya nama. Kejadiannya kira-kira seperti ini;

Regie bayi ketika lahir sangat sehat. Ayahnya begitu bangga. Dia mendapatkan namanya setelah berumur tiga hari, ketika ayahnya sedang berbicara di telepon genggam (menggunakan handsfree), yang lalu mati. Salah seorang teman meneleponnya ketika itu, konsultasi tetang bug software yang dikerjakannya. Karena asyik bertelepon, si ayah tidak menyadari adanya perawat yang lewat dan menyapanya. Si perawat tidak tahu kalau ayah Regie saat itu sedang menerima telepon lalu sambil iseng menanyakan nama untuk si bayi. Tepat ketika itu si ayah, yang menganalisa cerita temannya dan menemukan solusinya, mengatakan dengan keras "Regular…!" Setelah itu dia ambruk ke lantai dan mati ketika itu juga.

Si perawat mengira bayi itu dinamakan Regular. Dia menyampaikannya kepada keluarga almarhum. Nama itu terdengar aneh, pasti. Tapi kematian itu begitu mendadak dan membuat shock, sehingga keanehan nama itu tidaklah mengganjal ketika itu. Seusai pemakaman, ketika wasiat di bacakan dan warisan diperhitungkan, barulah ganjalan itu terasa. Tapi seperti yang dikatakan si perawat bahwa nama itu diucapkan tepat di saat-saat terakhir kehidupan beliau, segalanya diterima sebagai wasiat dari orang yang telah meninggal. Maka bayi itu dinamakan Regular.

Menurut visum dokter, ayah Regie meninggal karena serangan jantung akibat radiasi tinggi handphone, yang ketika itu dikantongi di saku bajunya. Padahal menurut perusahaan pembuat handphone itu, juga menurut berbagai survey independen, justru handphone itu adalah yang terendah tingkat radiasinya. Tapi begitulah barang bajakan.

***

Kejadian itu terjadi pada tahun 2002. Sekarang tahun 2020 dan Regie telah berumur 18 tahun. Tahun ini adalah masa dimana era 2000 kembali mempengaruhi gaya hidup manusia. Jika di akhir millenium ada Back to 60’s dan Back to 70’s yang mempengaruhi dunia mode, Back to 2000 atau lebih dikenal sebagai Back to Begin mempengaruhi segalanya. Kehidupan, pola pikir, mode, teknologi, krisis ekonomi, semuanya. Jadi hidup di masa itu tak ubahnya hidup di tahun-tahun awal millenium 3 lalu.

Regie baru saja menyelesaikan SMU. Masih sebulan lagi saatnya pertempuran memperebutkan kursi di perguruan tinggi. Seperti ayahnya yang programmer handal, dia juga dikaruniai bakat logika yang luar biasa. Waktu senggangnya dihabiskan di depan komputer. Yang dikerjakannya, main game, bikin program, main game, ngotak-ngatik server, main game, nge-hack situs, main game, denger musik, bikin game dan bikin program. Bahasa program yang dikuasainya adalah bahasa P.

Dia juga sedang terlibat dalam pengembangan bahasa L, sebagai kelanjutan bahasa P (dua-duanya adalah turunan dari bahasa C), bersama programmer lainnya dari seluruh dunia. Cita-citanya, yang menurutnya susah untuk diwujudkan, adalah menjadi salah satu pemegang lisensi bahasa yang dikembangkan itu sehingga akan mendapat royalti untuk setiap copy bahasa L yang terjual. Padahal bahasa L itu adalah Open Source dengan lisensi GPL. Tapi toh bahasa itu baru memasuki uji coba tahap Alpha. Masih ada waktu 6 bulan lagi sampai bahasa itu mencapai rilis final. Dalam waktu sepanjang itu segalanya bisa saja terjadi.

Dia menggeliat diatas tempat tidurnya. Jam menunjukkan pukul sembilan pagi. Betapa menyenangkannya masa sekolah yang berakhir, tak perlu bangun pagi. Sepanjang malam tadi dia sibuk mengerjakan program transaksi buku online, salah satu proyek yang menghasilkan uang saku. Baru tidur jam 5 pagi, dan masalah yang coba di selesaikannya sejak sore kemarin tak juga teratasi. Padahal hanya masalah kecil, tapi itu sesuatu yang tak pernah bisa dikuasainya. Sesuatu di dunia ini yang begitu menakutkannya. Regular expression.

Udara pagi begitu segar. Dari kamarnya yang di lantai dua rumahnya dia memandang cahaya matahari yang begitu terang. Dia membuka jendela dan menghirup udara sedalam-dalamnya. Tercium bau nasi goreng dari warung sebelah. Sepagi ini ada yang beli nasi goreng? Jam sudah menunjukkan pukul 9:15 menit. Sekitar jam sembilan ini pemilik toko buku Grafidia akan meneleponnya. Apakah dia sudah meneleponnya? Di handphonenya ada misscall.

Baru saja dia akan menghubungi nomor misscall itu handphonenya berbunyi. Dari Pak Jarot si misscall.

"Halo…," sapanya.

"Halo, Reg! Kemana aja? Ditelpon-telpon nggak diangkat?"

"Maaf Pak, baru bangun."

"Dasar kutu komputer!" Kutu komputer kan artinya bug? Pikir Regie. "Gimana? Udah selesai programnya?"

"Sedikit lagi. Tadi malam saya sedang menyempurnakan tampilannya." Padahal dia kebingungan dengan regex. Tapi Pak Jarot ini mana peduli? Baginya program yang bagus dilihat dari tampilannya.

"Ya, selesaikan saja, OK? Ini sudah tiga bulan."

"Tiga bulan kurang tiga hari," ralatnya.

"Iya, iya. Saya tunggu tiga hari lagi, tapi kalau bisa secepatnya, tolong ya?" Selalu tergesa-gesa. Ditutupnya sambungan itu lalu menggerutu kecil.

Toko buku itu didirikan dan di manajeri Pak Jarot sejak dia keluar dengan tidak hormat dari pekerjaannya di toko buku Gramedia dua puluh tahun yang lalu. Dia dituduh melakukan pembajakan atas buku-buku terbitan Gramedia. Sekeluarnya dari toko buku besar itu dia mendirikan jaringan toko buku untuk menyaingi Gramedia, Grafidia. Saat ini, walau terlambat, dia ingin mengembangkan sistem penjualan buku secara elektronik dan menyerahkan pengerjaannya pada Regie. Penjualan buku bajakan begitu menguntungkan dan pasarnya begitu luas. Jaringan toko bukunya adalah yang terbesar dan dia ingin lebih besar lagi dengan memanfaatkan ecommerce. Dia menganggap segalanya bisa diselesaikan dengan cepat jika komputer telah terlibat, termasuk membuat program penjualan online itu. Regie tak terlalu suka orang ini. Pak Jarot meminta agar sistem itu dapat selesai dalam tiga bulan. Tidak ada masalah bagi Regie. Sistem itu sudah diselesaikannya dalam dua minggu, kecuali regular expression.

Masalah regular expression ini adalah trauma yang dibawanya sejak lahir. Dan setiap masalah ini selalu Om Rudi yang menyelesaikannya. Sebenarnya Regie sudah mati segan setiap saat harus minta bantuan pada Om Rudi. Tapi apa daya, menghadapi regular expresion seperti memasuki istana kegelapan dengan mata tertutup. Dia tidak bisa apa-apa. Dia tidak tahu apa-apa. Dia begitu takut dan matanya tertutup. Dia memutuskan siang nanti akan menghubungi lagi Om Rudi. Sekarang dia mau mandi lalu main komputer.

***

Mandi, makan, duduk di depan komputer. Ketiga prosedur itu sudah dijalankan. Dan program utama pagi ini adalah memeriksa email. Sederet message baru berbaris satu-satu memenuhi window new message begitu komputer itu tersambung dengan server. Yang paling banyak dari milis, satu dari Juned yang dari subjeknya langsung ketahuan minta disambangi nanti sore, dan satu lagi dari alamat yang belum dikenalnya.

Pengirim baru itu beralamat "ha!@semuanya.com." Siapa dia? Tanyanya penasaran dalam hati. Email itu kosong, tak berisi pesan apa-apa. Subjeknya pun ala kadarnya, "Salam kenal." Ada yang ingin kenalan lagi. Tapi anehnya orang ini tak memperkenalkan diri. Biasanya email seperti itu setidaknya akan memuat data pribadi si pengirim, atau sekurangnya nama. Orang ini tidak. Ada apa ya? Apakah orang ini main-main atau kecelakaan tak sengaja mengirimkan email kosong? Dibalasnya email itu.

Re: Salam kenal
Salam kenal juga. Sorry kalau mungkin kamu lupa ngasih tahu identitas kamu,
tapi saya tidak tahu siapa kamu. Kamu siapa sih?

Setelah itu dia memeriksa email-email dari milis langganannya. Rupanya masih banyak yang minta tolong dan minta dikasih tahu. Apa boleh buat, berbagi ilmu adalah pahala. Dan dia suka kegiatan berbagi ilmu. Dibalasnya satu persatu pesan yang tertuju untuknya, juga pesan lain yang dia bisa ikutan menimpali. Satu jam habis dihabiskannya untuk itu.

Dia mengatur agar hubungan dengan ISP terputus begitu download email selesai. Dan akan menghubungi lagi jika dia akan mengirimkan pesan. Dia sudah lupa email dari ha! ketika tiba balasannya.

Re: Re: Salam kenal

>Salam kenal juga. Sorry kalau mungkin kamu lupa ngasih tahu identitas kamu,
>tapi saya tidak tahu siapa kamu. Kamu siapa sih?

Hm, Regie yang penasaran. Untuk sementara rasanya saya lebih suka tidak diketahui dulu.
Tapi yang jelas saya tahu siapa kamu. Sorry kalau bikin kamu penasaran. Tapi begitulah.
Salam.

Sepertinya orang ini mengajak bermain-main rupanya. Regie suka. Tapi dia berpikir untuk mencari tahu nanti. Sekarang sudah waktunya menghubungi Om Rudi.

Di telepon Om Rudi minta dikunjungi. Regie telah tiba di rumahnya dan sedang berada di dalam markas ‘LED’, ruang kerja merangkap ruang tidur Om Rudi, memperhatikan barisan kode bermasalah. Om Rudi telah mengembangkan desktop environment berbasis 3 dimensi untuk Xwindow Linux yang dinamai LED (LED Enhanced Dimension). Dengan LED, menggoperasikan Xwindow tak ubahnya seperti memainkan game 3D dan cukup dengan menggunakan joystick. Bedanya, LED untuk mengoperasikan komputer. LED diterima luas oleh pengguna Linux dan keluarganya, terutama oleh para gamers dunia.

Kode bermasalah yang diamati Regie adalah rutin untuk LED Server. Om Rudi sedang mengembangkan LED Server yang akan memberikan lingkungan kerja bagi server game multiplayer lain. Dengan LED Server, game multiplayer akan menikmati teknologi plug‘n play. Tak perlu instalasi rumit, tinggal tancap dan mainkan. Game center akan berebut menggunakan sistem ini. Tapi pengembangannya masih bermasalah. Terlalu banyak akses super user yang digunakan, membuka celah keamanan sedemikian lebar.

Tentu saja masalahnya bukan pada kode program, tapi pada rancangan sistem itu secara keseluruhan. Om Rudi terlalu ngotot untuk membuat library sendiri. Seharusnya dia lebih banyak menggunakan library bawaan dari sistem operasi. Regie menjelaskannya.

"Begitu menurut kamu?"

"Iya, mestinya jangan dibikin begini. Library-nya Om kan membutuhkan akses super user. Lagian rutin-rutin ini nggak jauh beda dengan yang di library Linux."

"Kamu ini sama saja dengan yang lain. Maunya pake library Linux."

"Ya memang harus begitu. Semuanya juga bilang begitu. Om aja yang ngotot mau pake library sendiri."

"Jadi harus dibikin ulang dong?"

"Ah, nggak lama."

"Bantuin ya?"

"Apa lagi?"

Setelahnya Om Rudi membantu Regie menghadapi masalahnya. Regular expression, begini, bikin begitu, harus begini dan selesai. Regular expression selesai dan dilanjutkan dengan perulangan cerita itu. Bagaimana Om Rudi adalah salah satu, selain perawat rumah sakit itu, yang mendengar kata terakhir ayahnya. Ketika ayah Regie menjelaskan bug software tersebut, sampai pada kata terakhir itu, lalu tak ada lagi. Betapa namanya adalah akhir hidup ayahnya. Ribuan kali sudah Regie mendengarnya. Bahkan, sejauh kesadarannya, pertama kali memainkan komputer saat balita juga dia sudah mendengar cerita itu. Dan ibunya sering melarang segala sesutu dengan ancaman mati. Jangan main di jalan, nanti mati. Jangan main layangan, nanti mati. Jangan main pisau, nanti mati. Dia jadi takut mati.

Dan regular espression membawa alam bawah sadarnya seketika pada kematian. Dia masih membutuhkan bantuan Om Rudi untuk menghadapi yang ini. Tapi saat ini satu lagi masalah terpecahkan. Program penjualan buku online itu akan diselesaikannya malam nanti. Tapi baru tiga hari lagi dia akan menghubungi Pak Jarot, karena dia tak terlalu suka padanya.

Friday, April 22, 2005

PROLOG

Sudah lama saya ingin melakukan ini...,